imagine, what I will gonna be...

imagine, what  I will gonna be...

Rabu, 09 April 2008

cyber crime di sektor Perbankan

ANTISIPASI CYBER CRIME
DI SEKTOR PERBANKAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA
Created by.Itink-ED
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejalan dengan kemajuan teknologi informatika yang demikian pesat, melahirkan internet sebagai kultur masyarakat modern. Dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti berpikir, berkreasi, dan bertindak dapat diekspresikan di dalamnya, kapanpun dan dimanapun. Kehadirannya telah membentuk dunianya tersendiri yang dikenal dengan dunia maya (Cyberspace) atau dunia semu yaitu sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata).
Komunitas masyarakat yang ikut bergabung di dalamnya pun kian hari semakin meningkat. Kecenderungan masyarakat untuk berkonsentrasi dalam cyberspace merupakan bukti bahwa internet telah membawa kemudahan-kemudahan bagi masyarakat yang bukan hanya sekedar sebagai sarana berkomunikasi tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat fisik, seperti melakukan transaksi bisnis tanpa harus melakukan interaksi secara fisik dan oleh karenanya dapat menembus batas geografis dan waktu.
Perkembangan teknologi informasi itu telah memaksa pelaku usaha mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Pelayanan electronic transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking dan Internet banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari delivery channel pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi oleh teknologi. Berbagai persoalan yang tidak terduga sebelumnya, dalam beberapa tahun terakhir ini bermunculan. Ini tidak lain akibat pesatnya akselerasi teknologi informatika. Salah satunya terjadinya kemajuan yang tidak terduga dalam bentuk-bentuk e-commerce termasuk e-government. Dalam tatanan konvensional transaksi-transaksi yang dilakukan melalui media Internet di Indonesia belum dapat dijangkau hukum.
Karena kejahatan ini potensial menimbulkan kerugian pada beberapa bidang : politik, ekonomi sosial budaya yang signifikan dan lebih memprihatinkan dibandingkan dengan ledakan bom atau kejahatan yang beintensitas tinggi lainnya bahkan dimasa akan datang dapat mengganggu perekonomian nasional melalui jaringan infrastruktur yang berbasis teknologi elektronik (perbankan, telekomunikasi satelit, jaringan listrik dan lalu lintas penerbangan, dsb).
Perkembangan teknologi yang begitu cepat tidak dapat dipungkiri telah menimbulkan ekses negatif, yaitu berkembangnya kejahatan yang lebih canggih yang dikenal sebagai Cybercrime2.Cyber crime dasarnya adalah penyalahgunaan komputer dengan cara Hacking3 computer maupun dengan cara-cara lainnya merupakan kejahatan yang perlu ditangani dengan serius, dan dalam mengantisipasi hal ini perlu rencana persiapan yang baik sebelumnya. Mengantisipasi situasi teknologi informasi yang semakin canggih tersebut pemerintah harus membangun insfratruktur hukum yang tidak hanya menyangkut aspek yuridis tetapi lebih jauh lagi, memperhatikan aspek teknologi informasi pada umumnya dan internet pada khususnya.
B. PERMASALAHAN
Permasalahan hukum yang menyangkut cyber crime di sektor Perbankan di Indonesia sangat kompleks. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi tidak terlepas dari belum adanya perangkat hukum yang secara khusus mengatur terhadap kejahatan dunia maya tersebut, utamanya kejahatan tersebut merupakan barang baru yang perlu dipahami secara mendalam. Padahal kerugian yang ditimbulkan tidak hanya bersifat lokal bahkan dapat berpengaruh pada pembangunan ekonomi negara.
Dari uraian diatas permasalahan yang di analisis adalah :
  1. Apa pengertian dari cyber crime ?
  2. Bagaimanakah bentuk-bentuk cyber crime di sektor Perbankan ?
  3. Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi cyber crime di sektor Perbankan Indonesia untuk mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia ?
II. KEJAHATAN DUNIA MAYA (CYBER CRIME) DI SEKTOR PERBANKAN
II.1 Pengertian Cyber crime
Dalam beberapa literatur, cybercrime sering diidentikkan sebagai computer crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertian computer crime sebagai:"any illegal act requiring knowledge of Computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution". Pengertian lainnya diberikan Organization of European Community Development, yaitu: " any illegal, unethical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data".
Andi Hamzah dalam bukunya mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal.5 Sedangkan menurut Eoghan Casey6: "Cybercrime is used throughout this text to refer to any crime that involves computer and networks, including crimes that do not rely heavily on computer". Ia mengkategorikan cybercrime dalam 4 kategori yaitu:
1. A computer can be the object of Crime.
2. A computer can be a subject of crime.
3. The computer can be used as the tool for conducting or planning a crime.
4. The symbol of the computer itself can be used to intimidate or deceive.
Dokumen kongres PBB tentang The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2 istilah yang dikenal :
a. Cyber crime in a narrow sense (dalam arti sempit) disebut computer crime: any illegal behaviour directed by means of electronic operation that target the security of computer system 16 Eoghan Casey , Digital Evidence and Komputer Crime, (London : A Harcourt Science and Technology Company, 2001) page 16 and the data processed by them.
b. Cyber crime in a broader sense (dalam arti luas) disebut computer related crime: any illegal behaviour committed by means on relation to, a computer system offering or system or network, including such crime as illegal possession in, offering or distributing information by means of computer system or network.
Dari beberapa pengertian di atas, cyber crime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Dengan demikian cyber crime meliputi kejahatan, yaitu yang dilakukan:
1. dengan menggunakan saranasarana dari sistem atau jaringan komputer (by means of a computer system or network) ;
2. di dalam sistem atau jaringan komputer (in a computer system or network) ; dan
3. terhadap sistem atau jaringan komputer (against a computer system or network).
Dari definisi tersebut, maka dalam arti sempit cyber crime adalah computer crime yang ditujukan terhadap sistem atau jaringan komputer, sedangkan dalam arti luas , cyber crime mencakup seluruh bentuk baru kejahatan yang ditujukan pada komputer, jaringan komputer dan penggunanya serta bentuk-bentuk kejahatan tradisional yang sekarang dilakukan dengan menggunakan atau dengan bantuan peralatan komputer (computer related crime).
Sementara itu konsep Council Of Europe8 memberikan klasifikasi yang lebih rinci mengenai jenis-jenis cybercrime. Klasifikasi itu menyebutkan bahwa cyber crime digolongkan sebagai berikut: Illegal access, Illegal interception, Data interference, System interference, Misuse of Device, Computer related forgery, Computer related fraud,Child-pornography dan Infringements of copy rights & related rights. Dalam kenyataannya, satu rangkaian tindak cyber crime secara keseluruhan, unsur-unsurnya dapat masuk ke dalam lebih dari satu klasifikasi di atas. Selanjutnya hal ini akan lebih rinci dalam penjelasan selanjutnya mengenai contoh-contoh cyber crime. Secara garis besar kejahatan-kejahatan yang terjadi terhadap suatu sistem atau jaringan komputer dan yang menggunakan komputer sebagai instrumenta delicti, mutatis mutandis juga dapat terjadi di dunia perbankan. Kegiatan yang potensial menjadi target cyber crime dalam kegiatan perbankan antara lain adalah:
1. Layanan pembayaran menggunakan kartu kredit pada situs-situs toko online.
2. Layanan perbankan online (online banking).
Dalam kaitannya dengan cybercrime, maka sudut pandangnya adalah kejahatan Internet yang menjadikan pihak bank, merchant, toko online atau nasabah sebagai korban, yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang memanfaatkan kelengahan pihak bank, pihak merchant maupun pihak nasabah.
II.2 Bentuk-Bentuk Cyber crime di Sektor Perbankan
Cyber crime
dalam transaksi perbankan yang menggunakan sarana Internet sebagai basis transaksi dapat diklasifikasikan kedalam 2 (dua) bentuk kejahatan yaitu sistem layanan kartu kredit dan layanan perbankan online (online banking). Dalam sistem layanan kartu kredit, yang perlu diwaspadai adalah tindak kejahatan yang dikenal dengan istilah carding. Menurut perusahaan Security Clear Commerce di Texas USA9, saat ini Indonesia menduduki peringkat ke 2 setelah Ukraina dalam hal kejahatan Carding10 dengan memanfaatkan teknologi informasi (Internet) yaitu menggunakan nomor kartu kreditorang lain untuk melakukan pemesanan barang secara online. Komunikasi awalnya dibangun melalui e-mail untuk menanyakan kondisi barang dan melakukan transaksi. Setelah terjadi kesepakatan, pelaku memberikan nomor kartu kreditnya dan penjual mengirimkan barangnya, cara ini relatif aman bagi pelaku karena penjual biasanya membutuhkan 3 – 5 hari untuk melakukan kliring atau pencairan dana sehingga pada saat penjual mengetahui bahwa nomor kartu kredit tersebut bukan milik pelaku barang sudah terlanjur terkirim.
Sedangkan cyber crime dalam layanan perbankan online, modus kejahatan yang pernah terjadi di Indonesia ketika dunia perbankan melalui Internet (ebanking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven Haryanto11, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal. (PIN) dapat di ketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di Indonesia, www.webmaster.or.id, tujuan membuat situs plesetan adalah agar publik menjadi lebih berhati – hati dan tidak ceroboh saat melakukan pengetikan alamat situs (typo site), bukan untuk mengeruk keuntungan.
Dari dua contoh kasus cyber crime diatas terlihat begitu kompleksitasnya cyber crime di sektor perbankan, sehingga tidak hanya merugikan secara individu/lokal tetapi juga dapat bersifat merugikan perekonomian negara. Beberapa bentuk potensi cyber crime dalam kegiatan perbankan antara lain :12
1. Typo site: Pelaku membuat nama situs palsu yang sama persis dengan situs asli dan membuat alamat yang mirip dengan situs asli. Pelaku menunggu kesempatan jika ada seorang korban salah mengetikkan alamat dan masuk ke situs palsu buatannya. Jika hal ini terjadi maka pelaku akan memperoleh informasi user dan password korbannya, dan dapat dimanfaatkan untuk merugikan korban.
2. Keylogger/keystroke logger: Modus lainnya adalah keylogger. Hal ini sering terjadi pada tempat mengakses Internet umum seperti di warnet.Program ini akan merekam karakter-karakter yang diketikkan oleh user dan berharap akan mendapatkan data penting seperti user ID maupun password. Semakin sering mengakses Internet di tempat umum, semakin rentan pula terkena modus operandi yang dikenal dengan istilah keylogger atau keystroke recorder ini. Sebab, komputerkomputer yang berada di warnet digunakan berganti-ganti oleh banyak orang. Cara kerja dari modus ini sebenarnya sangat sederhana, tetapi banyak para pengguna komputer di tempat umum yang lengah dan tidak sadar bahwa semua aktivitasnya dicatat oleh orang lain. Pelaku memasang program keylogger di komputer-komputer umum. Program keylogger ini akan merekam semua tombol keyboard yang ditekan oleh pengguna komputer berikutnya. Di lain waktu, pemasang keylogger akan mengambil hasil "jebakannya" di komputer yang sama, dan dia berharap akan memperoleh informasi penting dari para korbannya, semisal user id dan password.
3. Sniffing: Usaha untuk mendapatkan user ID dan password dengan jalan mengamati paket data yang lewat pada jaringan komputer.
4. Brute Force Attacking: Usaha untuk mendapatkan password atau key dengan mencoba semua kombinasi yang mungkin.
5. Web Deface: System Exploitation dengan tujuan mengganti tampilan halaman muka suatu situs.
6. Email Spamming: Mengirimkan junk email berupa iklan produk dan sejenisnya pada alamat email seseorang.
7. Denial of Service: Membanjiri data dalam jumlah sangat besar dengan maksud untuk melumpuhkan sistem sasaran.
8. Virus, worm, trojan: Menyebarkan virus, worm maupun trojan dengan tujuan untuk melumpuhkan sistem komputer, memperoleh data-data dari sistem korban dan untuk mencemarkan nama baik pembuat perangkat lunak tertentu.
II.3 Upaya mengantisipasi cyber crime di sektor Perbankan untuk mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia.
Hukum adalah bukan hanya ketentuan perundang-undangan yang selamanya harus tertulis,akan tetapi juga hukum yang tak tertulis yang berlaku dalam suatu masyarakat, sehingga dengan adanya perkembangan di dalam masyarakat, terjadi perkembangan hukum yang hidup dalam masyarakat itu. Dengan demikian diperlukan suatu kristalisasi terhadap perubahan tersebut, sehingga akan menjadi suatu norma di dalam masyarakat, dimana norma tersebut harus diikuti dan ditaati barulah setelah hal itu terjadi maka dibentuklah hukum sanksi dalam usaha penegakan norma yang sudah terbentuk dalam masyarakat itu.
Perkembangan kejahatan di bidang teknologi,ekonomi dan Perbankan juga membutuhkan perangkat peraturan-peraturan yang dapat menjamin berlangsungnya suatu pembangunan, sebagai mana disebutkan oleh Prof.Dr.Sri Redjeki Hartono,S.H. Asas-asas hukum ekonomi mampu memberikan perlindungan maksimal dengan spektrum yang luas kepada pelaku ekonomi pada setiap strata. Asas hukum ekonomi dapat pula menjadi konstributor utama dalam penegakan hukum bagi masyarakat pada suatu kepentingan ekonomi yang wajar dan bertanggung jawab satu terhadap yang lain.
Bertolak dari pengertian tersebut maka untuk mengantisipasi terjadinya kejahatan dunia mayantara di sektor Perbankan maka upaya yang dapat dilakukan dengan membuat aturan hukum yang bersifat khusus dan meningkatkan kemampuan penyidik.
II.3.1 Undang-Undang Khusus yang mengatur Cyber crime
Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet maka diperlukan upaya-upaya yang dapat mengantisipasi terjadinya cyber crime di sektor Perbankan, untuk itu dibutuhkan suatu Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi.
Perbincangan mengenai cyber law14 (ada yang menyebut cyberspace law) di Indonesia sudah dimulai sejak pertengahan tahun 1990-an menyusul semakin berkembang pesatnya pemanfaatan Internet. Dilihat dari ruang lingkupnya, cyber law meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan subyek hukum yang memanfaatkan teknologi Internet yang dimulai pada saat mulai "online" dan seterusnya sampai saat memasuki dunia maya. Oleh karena itu dalam pembahasan cyber law, kita tidak dapat lepas dari aspek yang menyangkut isu prosedural, seperti jurisdiksi, pembuktian, penyidikan, kontrak/transaksi elektronik dan tanda tangan digital/elektronik, pornografi, pencurian melalui Internet, perlindungan konsumen, pemanfaatan Internet dalam aktivitas keseharian manusia, seperti e-commerce, e-government, e-tax, e-learning, e-health, dan sebagainya.
Dengan demikian maka ruang lingkup cyber law sangat luas, tidak hanya semata-mata mencakup aturan yang mengatur tentang kegiatan bisnis yang melibatkan konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan Internet (ecommerce). Dalam konteks demikian kiranya perlu dipikirkan tentang rezim hukum baru terhadap kegiatan di dunia maya. Belum adanya undang-undang yang bersifat lex specialist maka hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cyber crime terutama untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana kejahatan di bidang Perbankan yaitu :
A. Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam upaya menangani kasus-kasus cyber crime yang berhubungan dengan Perbankan KUHPidana dapat digunakan berdasarkan analogi atau perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal - pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada cyber crime di sektor Perbankan antara lain :
1) Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
2) Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.
B. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang- Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik.
Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang- Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a) Akses ke jaringan telekomunikasi
b) Akses ke jasa telekomunikasi
c) Akses ke jaringan telekomunikasi khusus
II.3.2 Peningkatan Kemampuan Penyidik
Selain dibutuhkannya suatu Undang-undang maka penegakan hukum terhadap pelaku cyber crime di sektor Perbankan juga merupakan suatu hal yang tidak kalah pentingnya. Untuk itu beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain :
A. Personil
Dalam hal menangani kasus Cyber crime diperlukan penyidik yang sudah cukup berpengalaman, pendidikannya diarahkan untuk menguasai teknik penyidikan dan menguasai administrasi penyidikan serta dasar-dasar pengetahuan di bidang computer dan profil Hacker .Terbatasnya sumber daya manusia merupakan suatu masalah yang tidak dapat diabaikan, untuk itu dibutuhkan berbagai macam kursus di negara–negara maju agar dapat diterapkan dan diaplikasikan di Indonesia, antara lain: CETS di Canada, Internet Investigator di Hongkong, Virtual Undercover di Washington, Computer Forensic di Jepang.
B. Peningkatan Upaya Penyidikan
Terhadap kasus-kasus penggunaan nomor-nomor kartu kredit secara tidak sah yang terjadi dan sedang dalam proses penyidikan, tersangka dapat divonis sebagaimana kejahatan yang dilakukannya untuk itu yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
    1. a. Mengadakan penelitian ulang terhadap TKP, para saksi dan berkas-bekas pekara cyber crime yang sedang ditangani oleh para penyidik .

    2. b. Sworn written affidafit15 dilakukan dengan bantuan US Secret Service dan disosialisasikan kepada penuntut umum dan pengadilan untuk menjadi alat bukti yang sah dalam proses pengadilan.

    3. c. Melakukan Koordinasi dengan jaksa pengiriman internasional dalam hal pengungkapan perkara.
    4. d. Melibatkan saksi ahli dari AKKI


C. Sarana Prasarana
Perkembangan tehnologi yang cepat juga tidak dapat dihindari sehingga penyidik berusaha semaksimal mungkin untuk meng-up date dan up grade sarana dan prasarana yang dimiliki, antara lain Encase Versi 4, CETS, COFE, GSM Interceptor, GI 2.
D. Kerjasama dan koordinasi
Melakukan kerjasama dalam melakukan penyidikan kasus kejahatan cyber karena sifatnya yang borderless dan tidak mengenal batas wilayah, sehingga kerjasama dan koordinasi dengan aparat penegak hukum negara lain merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.
E. Sosialisasi dan Pelatihan
Memberikan sosialisasi mengenai kejahatan cyber dan cara penanganannya kepada satuan di penyidik serta pelatihan dan ceramah kepada aparat penegak hukum lain (jaksa dan hakim) mengenai cybercrime agar memiliki kesamaan persepsi dan pengertian yang sama dalam melakukan penanganan terhadap kejahatan cyber terutama dalam pembuktian dan alat bukti yang digunakan.

III. PENUTUP
Kemajuan di bidang teknologi informasi dan komputer yang didukung dengan semakin lengkapnya infrastruktur informasi secara global, telah mengubah pola dan cara kegiatan masyarakat dalam berbagai aspek. Bagi perekonomian, kemajuan di bidang teknologi tersebut telah menciptakan efisiensi yang luar biasa. Bagi perbankan, hal tersebut telah mengubah strategi dan pola kegiatannya. Tidak dapat dibayangkan apabila perbankan yang mengelola jutaan nasabahnya harus melakukan kegiatannya tersebut secara manual dan tanpa bantuan komputer.
Ketergantungan penggunaan komputer di sektor Perbankan juga berdampak negatif dengan munculnya kejahatan dengan menggunakan komputer sebagai alat/subjek atau komputer sebagai objek yang dapat menimbulkan berbagai bentuk cyber crime dalam dunia Perbankan. Kerugian yang timbul tidak hanya mencakup secara individual (nasabah) dan pihak Perbankan itu sendiri tetapi juga dapat merugikan perokonomian secara menyeluruh.
Adanya peraturan yang bersifat khusus terhadap cyber crime di sektor perbankan diharapkan mampu memberikan perlindungan maksimal dengan spektrum yang luas kepada pelaku ekonomi pada setiap strata. Selain itu hal yang penting lainnya adalah peningkatan kemampuan penyidikan cyber crime serta adanya pemahaman yang sama dalam memandang cyber crime dari aparat penegak hukum, termasuk dalam law enforcement-nya.

DAFTAR PUSTAKA
Black's law dictionary,1999, 7th edition.
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan,Volume 4 Nomor 2,Agustus 2006.
Golose ,Petrus Reinhard, 2007,Perkembangan Cyber crime dan upaya penanganannya oleh Polri.Ceramah pembekalan kepada mahasiswa PTIK angkatan 46
Hartono ,Sri Redjeki,2007.,Hukum Ekonomi Indonesia, Penerbit Bayumedia Publishing, Malang.
Hamzah, Andi. 1993. Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Komputer. Jakarta : Sinar Grafika.
Majalah Gatra 13 September 2003
Nawawi Arief,Barda 2001, Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
Nawawi Arief,Barda.2002.Perbandingan Hukum Pidana.Penerbit:Raja Grafindo Jakarta.
Rahardjo,Agus. 2002. Cybercrime pemahaman dan upaya pencegahan kejahatan berteknologi, PT.Citra Aditya Bakti ,Bandung

__________________________________________________

Tidak ada komentar: